Minggu, 27 November 2011

Ada Joker dan Domino
DPRD 'BERJUDI'?


HAYUN GULTOM, PARBABA
Di pembakaran sampah samping kiri kantor Dewan, ada kartu joker bekas pakai, bersama bungkus rokok,  dan kertas-kertas lainnya. Di tong sampah, depan pintu masuk kantor ada bungkus domino bersama sobekan kertas berwarna putih, kuning dan merah jambu, bertuliskan SPPD anggota dewan ke luar daerah senilai Rp.2.850.000.

Kantor DPRD Kabupaten Samosir terletak di Lokasi perkantoran Parbaba. Tidak ada rumah warga di sekitar kantor. Sampah itu adalah sampah dari dalam kantor dewan. Tidak ada kemungkinan orang lain atau masyarakat datang sengaja membuang sampah ke lokasi kantor dewan.

Memang kartu itu tidak bisa jadi bukti adanya bermain judi di kantor dewan. Tapi kartu itu juga tidak bisa disebut sebagai bagian dari ATK Sekretariat DPRD. Meski tidak tercium pihak kepolisian tapi kalangan LSM dan beberapa wartawan kerap memperbincangkan kebiasaan beberapa anggota dewan yang ngumpul di salah satu ruangan di lantai II. Ruangan yang berada diantara ruang ketua dan wakil ketua itu, menurut sekwan Mangihut Sinaga adalah ruang ruang rapat pimpinan. Tapi di dalam hanya ada 6 kursi dan satu meja ukuran sedang. Tidak ada komputer maupun lemari, tempat arsip hasil rapat pimpinan. Kondisi ruangan tidak yalak disebut sebuang ruang rapat. Biasanya anggota dewan berada di ruangan itu pada tanggal muda atau setelah rapat paripurna selesai. Mereka di ruangan itu bisa sampai menjelang malam.

Wartawan pernah mengkonfirmasi sekwan secara formal, apakah benar anggota dewan pernah bermain judi di ruangan kantor itu. Tentang anggota dewan yang sering di ruangan itu, sekwan tidak membantah. Tapi tentang judi, ia mengatakan, yang namanya bermain judi itu harus memenuhi unsur. Ada pemain, ada alat dan ada taruhan, katanya. Bermain kartu belum tentu main judi, tapi apakah anggota dewan main kartu hanya untuk menghabiskan waktu hingga malam hari di kantor dewan? tanya seorang wartawan.

Munculnya kabar tentang marwah DPRD yang kurang terhormat, menimbulkan beberapa komentar tentang hal-hal yang mencoreng nama baik, yang selama ini disebut lembaga terhormat itu. Seorang wartawan berinisial "Sht" mengatakan pada Orbit kemarin, ia pernah melihat anggota dewan sedang bermain kartu di ruang rapat pimpinan bulan Oktober lalu. Wartawan yang mengaku masih baru menggeluti dunia jurnalis ini, awalnya ia tidak mengetahui ada anggota dewan yang sedang bermain kartu di ruangan itu. Ia membantu membukakan pintu, karena seseorang hendak masuk untuk mengantarkan Indomie rebus.Tiba-tiba ia melihat beberapa anggota dewan sedang bermain kartu dan sekwan sedang memegang keretas dan pulpen. Sebagai wartawan baru ia mengaku tidak mengenal para anggota dewan itu, kecuali sekwan.

Kalangan LSM dan beberapa dari warga berkomentar, kalau memang anggota dewan sering berjudi di kantor, sudah saatnya pihak kepolisian mengawasi kantor DPRD Samosir. Anggota DPRD daerah lain yang bermain judi di hotel di Jakarta saja pernah tertangkap polisi. Masa di kandang sendiri tidak! 

Issu tentang anggota DPRD Samosir yang siring berlama-lama di Kantor dan diduga bermain 'judi' bukanlah issu baru. Mungkin saja sudah tercium pihak aparat kepolisian tapi barangkali belum ada waktu yang tepat menangkap mereka. Karena pemain judi bisa ditahan harus karena tertangkap basah.

Dari pantauan Cakra dan dari berbagai sumber, masalah judi sudah mewabah terhadap kalangan yang seharusnya jadi panutan. Di beberapa kantor, pegawai tidak segan-segan mebahas nomor togel. Angka yang keluar dan angka yang akan ditebak, kejadian di kantor sering jadi kode alam yang membawa keberuntungan walaupun lebih sering mengakibatkan kerugian. Himbauan berupa surat terhadap PNS agar tidak bermain judi bahkan pernah dikeluarkan oleh Pemerintah daerah. Di tempelkan di kantor-kantor instansi pemerintah, kecuali di Kantor DPRD. Jika ketahuan bermain judi, pegawai akan diberi sanksi. Hal ini barangkali menegaskan, sikap Pemkab terhadap aparatur pemerintah yang ketahuan bermain judi, tidak seperti dulu lagi. Walau sudah ketahuan dan berurusan dengan penegak hukum, tapi sepertinya tidak menerima sanksi terhadap jabatannya, golongan atau pangkat sebagai PNS. Bahkan ada yang malah naik jabatan.<<hayun gultom

Tomok Parsaoran

Kades Tomok Parsaoran. M Sidabutar

Desa Tomok Parsaoran sudah kembali

ABIDAN SIMBOLON, Tomok
Setelah pemilihan kepala Desa pada Kamis 24/11,  Tomok kembali menjadi 2 Desa seperti beberapa tahun silam. Desa Tomok dan Desa Tomok Parsaoran.

Pemilihan di Desa Tomok Parsaoran diikuti oleh dua Kandidat. Dimenangkan oleh kandidat nomor 1, Mangiring Tua Sidabutar. Dengan selisih 160 suara dari pasainggnya Reginaldus Situmorang. Dari jumlah pemilih sebanyak 734 Mangiring meraih sebanyak 446 suara. Sedangakan Reginaldus sebanyak 286 suara. Dua suara lagi dinyatakan batal oleh panitia.

Mangiring Sidabutar bertubuh tinggi dan tegap adalah seorang pensiunan PNS, semasa aktipnya bertugas di Jakarta. Ia penduduk asli dan merupakan keturunan dari Raja Soribuntu Sidabutar. Setelah kembali dari rantau beberapa tahun silam, ia lebih memberikan perhatiannya terhadap kondisi pariwisata di Tomok. Khususnya penataan lokasi bersejarah di Tomok, yang di kenal paling berpengaruh terhadap minat pengunjung yang datang ke Samosir.

Menurut ketua BPD Tomok, Hardy Sidabutar salah satu yang memperjuangkan pemekaran Tomok Parsaoran menjadi Desa, mengatakan; Tomok Parsaoran pada dasarnya bukan desa yang baru. Menurutnya lebih tepat jika dikatakan mengembalikan menjadi desa. Karena dahulunya "Tomok Parsaoran" adalah satu Desa. Orang tua dari Hardy Sidabutar adalah kepala Desa pada masa itu.

Dengan dikembalikannya "Tomok Parsaoran" menjadi Desa, menurutnya akan sangat meningkatkan laju pertumbuhan pembangunan. Termasuk dalam hal Pariwisata. Dan pada umumnya pemekaran bertujuan untuk mempercepat pembangunan.

Dengan dimekarkannya Tomok menjadi dua Desa maka beberapa tempat strategis menjadi beda status. Salah satunya kapal penumpang umum, menaikkan penumpang dari desa Tomok, tetapi me nurunkan penumpang di Desa Tomok Parsaoran (Labuhan Sumber sari). Beberapa tempat srategis yang masuk dalam kawasan Tomok Parsaoran adalah; Labuhan Wisata, Kawasan Sigale-gale dan Pelabuhan Ferry yang sedang dibangun.

Sejak 14/11 lalu, pemerintah Kabupaten Samosir mulai melaksanakan pemilihan untuk desa 17 desa yang dimekarkan. Hingga 21/11 sudah empat desa yang melaksanakan pemilihan. Berdasarkan jadwal yang diterima Orbit dari Assisten Pemerintahan Kabupaten Samosir, semua desa yang baru dimekarkan itu akan tuntas melakukan pemiliihan pada Desember mendatang. Sehingga jumlah desa di Samosir menjadi 128 Desa dan 6 kelurahan.

Keempat desa yang sudah melakukan pemilihan itu adalah, Desa Sipintu-pintu (14/11) dan Desa Hutagalung (19/11), berada di Kecamatan Harian.  Desa Sipinggan (22/11) dan Desa Pananggangan II (24/11), di Kecamatan Nainggolan. Desa Unjur (21/11) dan Desa Tomok Parsaoran (24/11) di Kecamatan Simanindo.

Pantauan di Desa Unjur, pelaksanaan pemilihan berjalan lancar dan mendapat dukungan penuh dari warga desa yang dimekarkan. Respon dari warga, jauh melebihi situasi pemilihan legislatip maupun bupati. Di Desa Unjur, Kecamatan Simanindo. Proses penjoblosan dimulai pukul 08.00 wib. Warga tetap antusisas di lokasi TPS, menunggu warga lain datang memilih. Bahkan sampai pada pengitungan suara.

Situasi juga ramai dengan kehadiran warga dari desa tetangga, yang ingin menyaksikan siapa yang terpilih. Tiga calon yang akan dipilih, adalah warga desa yang memiliki kedekatan emosional dan kedekatan keluarga pada semua pemilih.

Jannen Ambarita calon nomor urut satu. Dia salah seorang petani dan memiliki beberapa usaha sukses di Unjur. Dari keuletan bertani, ia dikenal cukup mampu dalam hal finansial.

Walter Manik nomor urut 2, seorang yang sudah berpengalaman dalam hal pemerintahn desa. Sebelum mencalonkan ia adalah seorang Kepala urusan (Kaur) pemerintahan di Desa Ambarita, sebagai desa induk.

Gerson Napitu nomor 3, pengusaha yang memulai kari bisnisnya sejak kurang lebih dua tahun lalu setelah kembali dari perantauan.

Sebelum penghitungan suara, masih sulit diprediksi siapa pemenang. Hingga pada pukul  14.00 wib, panitia mulai melakukan penghitungan suara. Suasana hening dan menegangkan selama kurang lebih selama 1,5 jam. Panitia menghimbau masyarakat yang menyaksikan dan pendukung untuk tidak bertepuk tangan. Selesai pukul, 15.30 wib. Peghitungan suara itu dimenangkan oleh Jannen Ambarita, dengan jumlah suara 218. Sedangakan Walter Manik calon nomor 2 meraih suara sebaanyak 71. Gerson Napitu calon nomor 3 meraih sebanyak 61 suara. Selebihnya batal. Total yang memberikan suara pada kotak suara sebanyak 364 orang.

Ditengah suasana tegang para pendukung, tiba-tiba Gerson berdiri dan mengucapkan selamat kepada Jannen, disambut tawa semua yang hadir. Suasana menjadi hikmat setelah ketiga kandidat itu saling bersalaman.

Melani Butar-butar, staf ahli bupati hadir mengawakili Pemerintah Kabupaten Samosir mengatakan, agar proses pemilihan di Desa Unjur menjadi contoh untuk desa-desa yang akan melakukan pemilihan selanjutnya.<<CAKRA

Minggu, 13 November 2011

Menikah 11/11/11, "semua jadi satu"

By;
HAYUN GULTOM, Panguruan
MANAN SIMANJORANG, Ambarita

Jika di kota besar seperti DKI Jakarta dikabarkan sekitar 2000 pasangan menikah pada 11/11/11, maka di Samosir dari hasil pantauan Cakra dan informasi yang didapat dari kalangan masyarakat, terdapat sekitar 20 lebih pesta pernikahan pada 11/11/11 lalu.  Selain karena gampang diingat, mereka juga punya alasan tersendiri kenapa memilih tanggal itu.  juga tanggal tesebut atas usulan dari orang tua si pengantin. Misalnya karena orang tuanya lahir tanggal 11 bulan 11. Ia pun mengusulkan agar anaknya menikah di tanggal 11/11/11.

"Kasih dan rancangan Tuhan menyatukan kami, bukan lagi dua melainkan menjadi satu dalam pernikahan kudus". Demikian tertulis dalam undangan pernikahan Suhadi Beno Naibaho dan Pascha Apriani Anggina Manihuruk 11 Nopember 2011. Foto Beno dan Pascha tampak romantis dengan sepeda ontel, seolah mengisahkan percintaan "tempoe doeloe".

Pasangan ini telah merencanakan secara matang, dan sangat menginginkan hari pernikahannya pada tanggal 11/11/11. Beno Naibaho (staf di Kantor Satpol PP Kabupaten Samosir) dan Pascha Manihuruk (staf di Dinas Perizinan Kabupaten Samosir), bahkan sengaja  menunggu momen 11/11/11 untuk melangsungkan pesta pernikahan, setelah tertunda pada 10/10/10 tahun lalu. Alasan Pascha yang akrab dipanggil Anggi, saat ditemui wartawan Cakra di kantornya mengatakan, supaya tanggal pernikahan mereka gampang diingat, dan menjadi sesuatu yang unik.

Pascha dan Beno berkenalan di Samosir tiga tahun lalu. Sebelumnya Pascha berdomisili di Jakarta, pindah ke Samosir setelah ia lulus dan menjadi PNS. Keindahan Danau Toba dan pegunungan Samosir mengisi hari-hari Beno dan Pascha dalam menjalani hubungan selama berpacaran sampai ke pelaminan.  Kawasan Aek Rangat dan pusat perbelanjaan Souvenir di Tomok, juga tempat yang sering mereka kunjungi.

Bahkan menurut Pascha, rencana untuk tanggal pernikahan, kerap mereka perbincangkan di Pantai Pasir Putih dan pelataran rumput yang luas di Sijambur Nabolak (kaki gunung Pusuk  Buhit) saat-saat mereka sedang berdua. Ketika ditanya bagaimana ia membayangkan nikmatnya pengantin baru, "saya baru bisa mengetahuinya, setelah acara pesta selesai" jawab Pascha, sambil tertawa.  Bagi setiap pasangan, pernikahan adalah merupakan momen yang istimewa dan sakral yang tak terlupakan sepanjang hidup.
Salah satu keistimewaan sebuah hari pernikahan menurut pendapat banyak orang, karena pada hari itu laki-laki dan perempuan, pasangan yang menikah  berjanji dan disaksikan banyak orang untuk sehidup semati. Tidak lagi dua tetapi telah menjadi satu sampai maut memisahkan. Banyak pasangan yang memilih hari pernikahan pada tanggal yang gampang diingat, seperti tanggal 11, bulan 11, tahun 2011. Selain itu Jumat 11/11/11 dianggap unik.
Bukan hanya untuk kalangan selebritis atau pebabat, namun secara luas, banyak masyarakat yang menjadikan 11/11/11 sebagai moment istimewa. Tidak hanya di kota-kota besar, di Kabupaten Samosir juga ada banyak pasangan yang melangsungkan pernikahan pada Jumat 11/11/11.
Di lingkungan Pemkab Samosir, pantauan Cakra pada 11/11 dan informasi yang dihimpun hari sebelumnya ada empat pasangan yang melangsungkan pernikahan. Bahkan Bupati Samosir dalam sambutannya pada sebuah acara temu pisah Kapolres Samosir di rumah dinas 08/10, sempat mengatakan bingung akan menghadiri yang mana. Pantauan Cakra 11/11 Bupati menghadiri pernikahan putra Kepala Dinas Kesehatan, Ferdy Simbolon.

Pernikahan Ferdy Simbolon dan Yacinta Sianturi, memilih tanggal 11 adalah atas usulan orang tua Ferdy.  Secara kebetulan 11/11 adalah juga hari ulang tahun orang tua Ferdy, Manigor Simbolon. Sehingga hari 11/11, selain istimewa buat Ferdy juga istimewa buat orang tuanya. Pernikahan Ferdy dan Yacinta dilangsungkan di Gereja Kristen Protestan Indonesia (GKPI), dan acara adat di Hotel Dainang Pangururan berlangsung meriah.
Disamping karena unik dan gampang diingat beberapa pasangan yang menikah 11/11/11 ternyata memiliki alasan tersendiri menjadikan hari itu, hari yang istimewa.  Lambok Butarbutar dan pasangannya Hetty,  seorang tenaga medis di RSUD Hadrianus Sinaga. Lambok adalah anak dari Melani Butarbutar, Staf ahli Bupati Samosir.  Melangsungkan pernikahan di Gereja HKBP Ambarita.
Menurut Lambok yang berkerja di Departemen agama di Kabupaten Samosir, menentukan hari pernikahannya dengan Hetty adalah juga  atas dukungan keluarga, bukan hanya ide dari mereka berdua. Namun ia sendiri juga mengaku sangat tertarik dengan tanggal 11/11/11, menurutnya "agar semua menjadi satu".  

Secara kebetulan ada beberapa hal yang berkaitan dengan angka tersebut. Acara pernikahan Lambok dan Hetty juga dimulai pukul 11.00. Hal ini bukan unsur kesengajaan, tetapi karena keluarga Hetty (pengantin) yang datang dari Siantar, sesuai jadwal Kapal verry baru bisa tiba di Samosir pada pukul 10.00. Ditambah waktu persiapan sekitar 1 jam, sehingga acara dijadwalkan pukul 11.00. 

Jumlah ulos pada upacara adat pernikahan Lambok dan Hetty dari pihak mempelai perempuan juga sebanyak 11 ulos.  Meski banyak yang sedang melangsungkan pernikahan pada 11/11/11, namun acara pemberkatan Lambok dan Hetty di Gereja HKBP dan acara adat di Ambarita berlangsung meriah.

Berdekatan dengan pesta Lambok, juga berlangsung pesta yang sama, yaitu pernikahan Roy Fernando Sidabutar dan Oktalina Verawati Purba (Putra Victor Sidabutar, Camat Simanindo). Roy dan Vera diberkati di Gereja Katolik dan acara pesta di lapangan Ambarita. 
Masih berdekatan dengan acara kedua pesta itu, ada juga pesta pernikahan di gedung Serbaguna HKBP Ambarita. Sehingga ada 3 acara pesta pernikahan di Desa Ambarita pada 11/11/11. Tempat acara pesta hanya berjarak 300 meter satu sama lain.  
<<CAKRA

Sabtu, 15 Oktober 2011

Foto Saut, dari HP Vri
Kata terakhir dari Saut untuk Vri 
“Mungkin kita tidak bertemu lagi”

Samosir, Cakra
Di halaman sekolah semua siswa membicarakan tentang kesembilan orang teman mereka, yang menjadi korban musibah kebakaran yang saat itu masih diautopsi di Rumah Sakit (10/10). Pagi sekitar pukul 11.00, para siswa-siswi saling bercerita tentang hari-hari terakhir mereka bersama korban, sebelum musibah itu terjadi. Hari terakhit saat di sekolah, saat pramuka, saat berkemah serta saat kebersamaan lainnya.

Vriyanty, adalah teman sekelas Saut yang berhasil diwawancarai oleh waratawan Cakra  “Aku duduk di belakang, dia di baris ke empat. Kelas II SOS 2. Sudah dua hari ia sering termenung, ucapannya ‘mungkin kita akan berpisah’, kuanggap bercanda”, kata Vri. Tapi, hari itu Sabtu 8/10, jam pelajaran sudah usai, sekolah sudah sepi. Saut dan Vriyanty masih di halaman sekolah, duduk bercerita.

Saut adalah teman paling baik buat Vri. Biasanya mereka menyisakan waktu di halaman sekolah sebelum pulang ke rumah. Saut selalu bisa menghibur katika Vri lagi kesal.

Entah kenapa Saut meminta supaya semua foto-fotonya yang ada di HP Vri supaya dihapus. Semula Vri menolak menghapus foto-foto Saut di HPnya, apalagi foto-foto bersama mereka. Tapi Saut menghapusnya sendiri foto-foto itu, sambil mengatakan “kita tidak bertemu lagi, hapuslah semua foto-foto ini, jangan ingat-ingat lagi”.

Berkali-kali ia katakan, “mungkin kita tidak ketemu lagi”.Vri, berkali-kali juga bertanya “kenapa”. Tapi Saut menjawab “entah lah, aku tidak tahu”.

Tapi foto yang satu ini jangan kau hapus, kata Saut. Setelah ia membluetoothkan satu fotonya ke HP Vri. Vri memperhatikan foto itu, foto sedang termenung, memakai baju olah raga berwarna merah. Vri hanya bingung, dalam hati ia bertanya ada apa dengan teman paling baiknya itu. Sampai mereka meniggalkan lapangan sekolah Vri tak sedikitpun menyangka kalau hari itu adalah hari terakhirnya bersama Saut.

“Ternyata benar, kami berpisah selamanya”, kata Vri, dengan mata berkaca-kaca. “Bagiku di teman paling baik sedunia” kata Vri menutup perbincangan dengan wartawan Cakra 10/10 lalu di SMA Negeri 1 Pangururan.

Saut Sinaga dan Adiknya Paskah Sinaga yang masih duduk di kelas I SMA, adalah anak paling bungsu dari 7 bersaudara. Saut dan Paskah, menjadi koraban musibah kebakaran rumah yang menyebabkan 9 sisiwa SMA 1 Pangururan tewas terbakar.

Kebakaran di Samosir

Harry Boss Sidabutar
Harry Bos Sidabutar;
Kinerja Pemadam harus dikaji ulang.

Samosir, Cakra
Berselang sebelas hari setelah gereja HKBP terbakar 29/9, masyarakat Samosir kembali dikagetkan dengan terbakarnya 4 unit rumah di Pangururan. Kedua musibah ini terjadi di ibu kota Kabupaten Samosir, dan kejadiannya berada di pinggir jalan. Apalagi keempat rumah yang terbakar 10/10 lalu, berada persisi di pinggir jalan lintas propinsi. Tidak ada halaman ataupun pagar, tetapi tidak bisa diselamatkan oleh pemadam kebakaran, hingga sembilan orang pelajar menjadi korban.

Warga mulai mempertanyakan fungsi ataupun kinerja dari para petugas pemadam. Apa kendala dan kenapa selalu gagal. Apakah karena peralatan yang kurang lancar, atau gaji petugas yang sering macet. Atau mungkin uang puding yang kurang banyak.

Harry Bos Sidabutar, warga Kecamatan Simanindo sangat menyesalkan pemadam kebakaran yang tidak cekatan memadamkan api. Jika kejadiannya jauh dari jalan raya atau harus masuk gang, masih bisa dimaklumi. Atau kejadiannya di daerah pelosok dengan jarak tempuh yang lumayan jauh, semisal di Kecamatan Harian, atau di Sitio-tio. Tapi ini, di ibukota Kabupaten, di pinggir jalan yang paling luas di kabupaten Samosir, tidak ada kemacetan kerena kejadiannya pukul 02.30, api tak bisa dipadamkan. "Lalu apa fungsi pemadam?" kata Sidabutar.

Ia menambahkan, sudah waktunya Pemkab Samosir harus duduk bersama dengan DPRD akibat kejadian ini. Membicarakan sistem penanganan yang lebih baik terhadap musibah kebakaran oleh pemadam kebakaran. Memang tidak ada tuntutan, tidak ada sanksi hukum dan tidak juga bisa dipanggil jaksa jika pemadam kebakaran gagal memadamkan api. Tapi ini adalah persoalaln humanis dan menyangkut nyawa. kalau terus-terus gagal, dianggap tidak ada arti. Karena ratusan lagi rumah di Samosir yang terbuat dari papan dengan instalasi listrik yang sudah puluhan tahun tidak pernah di periksa. Hal ini juga menjadi bahan yang perlu dikaji, solusi apa yang kira-kira bisa dilakukan dengan pihak PLN atau pihak-pihak lain yang terkait.

Puramawan Malau, Kepala Badan Penaggulangan Bencana Kabupatem Samosir mengatakan, kalau pemadam kebakaran yang ada di Samosir belum memiliki sistem hidran. Masih menggunakan pengisian air secara manual. Air disedot dari Danau Toba. Namun tidak bisa dari semua tempat. Karena selang penyedot hanya berkemampuan 4 meter, dan harus dari tempat yang tidak berpasir.

Kelemahan lain menurut Malau adalah kapasitas mobil pemadam 10.000 s/d 15.000 liter. Sedang yang bisa dikeluarkan dari tangki mobil hanya sebanyak 12.000 liter. Karena 3000 liter harus tertingga dalam tangki mobil. Jika dikeluarkan sampai habis, mobil tidak dapat menyedot air unutk selanjutnya.

Sehingga menurutnya, untuk satu tangki mobil pemadam seperti yang ada di Pangururan, hanya bertahan selama 3-5 menit jika kedua semprotnya digunakan.

Saat kebakaran 4 rumah yang terjadi 10/10 lalu di Pangururan, pemadam kebakaran sudah tiba di lokasi pukul 03.00 sekitar setengah jam setelah kebakaran terjadi. Keempat rumah sudah terbakar, api sudah sampai ke lantai II. Namun yang disayangkan, ketika pemadam tiba, tidak ada yang secara spontan memberitahukan pada pertugas pemadan, ada orang di lantai II. Sehingga, petugas terfokus menyelamatkan agar rumah yang disebelah tidak ikut terbakar. Karena melihat kondisi api yang sudah berkobar di empat rumah, sudah tidak mungkin lagi dipadamkan.

Badan Penanggulangan Bencana Kabupaten Samosir, dalam waktu dekat akan melaksanakan rapat dengan antara pihak PDAM dan Pemkab Samosir untuk menjalin MoU untuk penerapan sistim hidrant. Pemkab Samosir juga sudah mengusulkan unutk menganggar mobil pemadam dengan kapasitas 50.000 liter pada tahun anggaran 2012, kata Purnamawan Malau. <<hayun gultom

Sabtu, 08 Oktober 2011

Uang terimakasih

Terkait Laporan UT-Batam ke Polda Sumut
Di Polres Samosir, ADA UANG TERIMAKASIH

Hayun Gultom, Pangururan
Sejumlah komentar muncul lewat internet khususnya di jejaring sosial. Isinya, sebagai bentuk apresiasi kepada Pimpinan Uneversitas Terbuka Batam, Paken Pandiangan. Karena membongkar kejanggalan yang terjadi di jajaran polres Samosir yang menerima uang pencabutan pengaduan. Pimpinan UT-Batam itu melaporkan Polres Samosir ke Polda Sumut. Akibat laporan Paken itu, semakin banyak warga yang mulai berani meniru jejak Paken.

Edward Sirait; "Saya cuman mengatakan supaya dibantu"
Membeberkan pada wartawan, kejadian yang dialami saat mencabut pengaduan di kantor polisi. Termasuk dalam hal memberi uang. Oknum polisi yang mengaku menerima uang, mengatakan uang itu adalah sebagai bentuk terimakasih, bukan paksaan. Tetapi yang memberi, mengaku terpaksa meberikan, agar urusan cepat selesai.


Hal inilah yang terjadi di Polres Samosir, Paken terpaksa memberikan uang agar urusan pencabutan pangaduannya cepat selesai. Namun oknum polisi menganggap uang itu adalah "uang terimakasih". Alasan oknum polisi, karena Paken mengatakan "terimakasih" setelah urusan selesai. Meski Paken mengeluarkan uang 3,5 juta, oknum polisi mengatakan pihaknya justeru telah membantu Paken dalam mencabut pengaduan, bukan memproses. Kalau memproses mungkin akan beda lagi.


Surat Paken ke Poldasu yang dikirim tanggal 30/9, sudah dikirimkan ke Polres Samosir via fax oleh pihak Polda. Kapolres menerima dari Kasatlantas Hasan Bahri, Selasa 3/10, pagi pukul 10.30, di ruangan kapolres. Kasatlaka Napitupulu yang dalam surat Paken disebut menerima uang dari isteri Paken, turut hadir di ruangan Kapolres pagi itu.


Dalam surat Paken Pandiangan, Napitupulu menyetujui pencabutan pengaduan sebesar 3,5 juta setelah Napitupulu menghubungi Kapolres Samosir. Namun dalam perbincangan Kapolres dengan Napitupulu, kapolres mengatakan ia tidak membicarakan biaya. Tetapi hanya mengatakan "supaya dibantu". Beberapa kali Kapolres mengatakan pada wartawan "saya hanya mengatakan supaya dibantu, itu saja" kata Kapolres menjelaskan pernyataannya.


Napitupulu tidak membantah perkataan Kapolres, ia membenarkan dalam pembicaraannya dengan atasannya itu, kalau Edwart tidak menyebutkan biaya.


Napitupulu selaku Kasatlaka yang menangani pencabutan pengaduan Paken pada 24/9 membenarkan, ia menerima uang dari Isteri Paken. Tapi Napitupulu mengatakan tidak tahu berapa jumlah uang yang diterimanya itu. Menurutnya uang itu adalah sebagai bentuk wujud rasa terimakasih dari Paken. Napitupulu menunjukkan SMS di hp-nya, yang di dalamnya ada dituliskan terimaksih. Tapi Paken dalam suratnya yang bertanda tangan resmi ke Polda, merasa kecewa dengan cara Polres Samosir. Dan uang yang diberikan kepada Napitupulu adalah kerena keharusan. Sebab sebelum uang diberikan telah terjadi negosiasi yang panjang, sampai Paken menghubungi pihak pejabat pemkab yang ia rasa bisa membantunya tanpa harus memberikan uang. Salah satunya adalah kepala Dinas di jajaran pemkab Samosir.


Paken menghubungi temannya, seseorang yang memilki hubungan dekat dengan seorang pejabat di Samosir. Dalam surat Paken nama pejabat itu jelas dituliskan. Sang pejabat mengaku kalau ia menghubungi Kapolres supaya Paken bisa dibantu. Kemudian Paken menerima jawaban kalau ia bisa dibantu tapi soal biaya tetap tidak dapat berubah.


Konfirmasi wartawan Cakra kepada Paken melalui telepon selular 7/10, ia tetap menelusuri laporannya ke Poldasu sampai adanya jawaban pihak Polda atas surat klarifikasinya itu.


Mengenai biaya pencabutan pengaduan di jajaran Polres Samosir, Kapolres Edward P Sirait mengatakan tidak ada biaya untuk itu. Tapi, ia tidak menyalahkan anak buahnya jika menerima uang terimakasih. Dari si terlapor maupun si pelapor. Dan uang terimakasih yang diterima anak buahnya, seperti Kapolsek misalnya, jika menerima uang terimakasih itu tidak sampai kepada Kapolres. "Saya tidak pernah meminta itu, itu rejeki mereka", kata Edward.
Tentang "uang terimakasih" sebagaimana dikatakan Napitupulu sebagai oknum Polisi, menjadi hal yang membingungkan. Kaitan uang dan kata "terimakasih". Oknum polisi bisa benar, mengatakan uang yang ia terima adalah uang terimakasih. Alasan oknum polisi, karena orang yang memberikan uang mengatakan "terimakasih" kepadanya setelah pangaduan dicabut.


Orang yang memberi uang juga bisa benar, mengatakan "terpaksa memberi uang" agar urusan cepat selesai. Dan uang yang diberikan bukan uang terimakasih, karena sipemberi uang tetap mengatakan secara langsung "terimakasih". Tidak menggantikan kata "terimakasih" itu dengan uang. Sehingga uang itu bukan uang pengganti terimakasih atau "uang terimakasih".<<CAKRA

Pernyataan Beston sampai ke DPP PDS

DPP PDS Klarifikasi pernyataan Beston Sinaga

Mengaku dukung pansus, tapi banyak guru tidak percaya

Samosir, CAKRA
Dewan Pimpinan Pusat Partai Damai Sejahtera mengabarkan pada Cakra, telah menghubungi Beston Sinaga terkait pernyataanya kepada wartawan bulan September lalu tentang pansus DPRD Kabupaten Samosir terkait mutasi guru.

Pernyataan Beston Sinaga yang menyebabkan beberapa guru yang dimutasi merasa kecewa akhirnya  direspon oleh Dewan Pimpinan Pusat Partai Damai Sejahtera setelah terbit di beberapa media suarat kabar. Respon  itu disampaikan kepada wartawan Cakra melalui email ketua umum DPP PDS  Dr. ML. Denny Tewu, SE, MM.

Pesan itu memberitahukan bahwa, Ketua Umum DPP PDS Denny Tewu sudah menelpon langsung Beston Sinaga. Menanyakan perihal pemberitaan bahwa dia mendukung pemutasian guru di kabupaten Samosir atas kebijakan Bupati Mangidar Simbolon. Beston Sinaga mengklarifikasikan ke Ketua Umum PDS melalui telpon, bahwa ia bukan mendukung pemutasian tersebut tetapi justru meminta agar Pansus menilai lebih dalam apakah alasan sebenarnya di balik pemutasian. Karena menurut Beston, sesuai aturan pemutasian itu sah-sah saja sepanjang alasannya benar, misalnya jumlah guru di sekolah tertentu sudah berlebihan sementara ditempat lain masih kurang.

Bukti konkrit bahwa PDS tetap kritis atas kebijakan Bupati tersebut, sebagai Ketua DPC PDS Kabupaten Samosir, Beston mengirim anggota dewan yang lainnya dan setuju atas pansus yang  dibentuk. Dengan harapan bahwa apa motif pemutasian tersebut dapat diketahui dengan jelas, apakah Bupati menggunakan kekuasaannya secara sewenang-wenang atau memang proporsional sesuai kebutuhan yang ada. Sebagai pimpinan PDS di Kabupaten Samosir dia berani mempertanggungjawabkan apa yang diperjuangkannya semata-mata untuk kemajuan Kabupaten Samosir.

Namun klarifikasi yang disampaikan DPP PDS itu tidak menjelaskan kenapa Beston mengatakan "saya yakin pansus tidak akan membawa hasil". Padahal pernyataan ini yang paling membuat guru kecewa di Samosir. Apalagi diungkapkan oleh seorang anggota DPRD.

Pernyataan lain, Beston juga mengatakan "tidak mengerti tujuan pansus". Bahkan ia juga mengakui tidak tahu nama pansus. Dalam wawancara wartawan dengan Beston, ia juga meragukan pansus hanya menghabiskan anggaran lewat SPPD anggota Pansus.

Beston mengatakan bahwa 70% guru yang dimutasi adalah atas permintaan guru itu sendiri. Menurutnya ia telah melakukan survei ke lapangan.

Sekalipun Beston mengatakan ia mendukung Pansus pada DPP PDS, tetapi lebih dari belasan guru yang dimutasi dan masyarakat yang mengetahui penyataan-pernyataan Beston itu,  menyimpulkan serta mengclaim "kalau Beston tidak mendukung Pansus".

Beston sebagai ketua DPC PDS mengatakan tetap kritis atas kebijakan Bupati Samosir, dengan alasan mengirim anggota dewan yang lainnya (Pernando Sinaga) dan setuju atas pansus yang  dibentuk. Pernyataan Beston ini juga disangkal oleh anggota dewan yang lain. Karena yang mengirim anggotanya untuk Pansus bukan partai, tetapi Fraksi. Dan keikutsertaan Pernando dalam pansus adalah dari Fraksi Karya Sejahtera.

Sehingga pengakuan Beston yang disangkal beberapa anggota dewan menunjukkan seolah-olah Beston Ketua DPC PDS tidak tahu proses pembentukan Pansus.<<hayun gultom

Kasus Pengadaan Mobil KB di Samosir

Emron Turnip "TERSANGKA"

Samosir, CAKRA
Setelah menjalani proses pemeriksaan di Cabang kejaksaan Pangururan, Kabupaten Samosir, akhirnya menetapkan Emron Turnip mantan Kepala Kantor KB, sekarang Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat,  Perempuan dan Otonomi Desa  (BPMPOD) sebagai tersangka pekan lalu. Sebelumnya, tepatnya 14/9  Kacabjari Pangururan Dayan Pasaribu sudah menegaskan kalau kasus mobil KB akan diproses secara serius dan secepatnya ditentukan tersangka. Sedangkan pekan lalu, setelah Emron ditetapkan tersangka, Dayan mengatakan secepatnya akan diproses hingga ke Pengadilan Tipikor di Propinsi Sumatera Utara. Karena masih banyak kasus yang juga harus ditindaklanjuti khususnya yang dilaporkan oleh masyarakat, jelasnya. tentang kapan Emron akan ditahan, Dayan belum memastikan.

Emron Turnip
Pagi, hujan turun di Pangururan Rabu 5/10. Sekitar pukul 11.30  WIB wartawan Cakra tiba di lokasi perkantoran Pekerjaan Umum. Mobil dinas BB 30 C, parkir di halaman Kantor PU yang bersebelahan dengan kantor dinas Tarukim. Supirnya sedang menunggu di dalam mobil. BB 30 C adalah mobil yang digunakan Emron sebagai kendaraan dinas. Pukul 11.45 WIB mobil itu bergerak mundur, menuju depan kantor Tarukim. Dari ruang kantor tarukim, Emron keluar bersama beberapa orang temannya dan memasuki mobil. Emron duduk di bangku baris ke dua, pesis di belakang supir. Mobil itu sudah meluncur sebelum wartawan Cakra sempat mengkonfirmasi Emron. Salah satu teman Emron di dalam mobil diduga adalah Sudion Tamba, suami Fristiani Tampubolon. Fristiani adalah bawahan Emron Turnip saat Emron sebagai Kepala di Kantor KB, sekaligus sebagai PPTK dalam pengadaan Mobil KB yang menyeret Emron jadi tersangka.

Seminggu sebelum Emron ditetapkan menjadi tersangka, issu beredar, Sudion akan marah pada Emron kalau sampai isterinya ikut tersangka dalam kasus mobil KB. Selain Fristiani beberapa orang yang terkait, termasuk panitia lelang sudah diperiksa. Namun status mereka masih sebatas sebagai saksi sampai Emron ditetapkan tersangka. Menurut Kacabjari saksi-saksi juga masih akan diperiksa. Tidak tertutup kemungkinan bisa jadi tersangka.

Informasi yang diterima Cakra, masih hanya Emron yang ditetapkan tersangaka dikarenakan ia adalah pengguna anggaran. Meminta anak buahnya, PPTK untuk menandatangani berkas serah terima sebelum mobil diterima. Sampai dana dicairkan mobil belum juga diserahkan. Saat itu Emron mengatakan pada PPTK-nya, kalau ia sudah melihat mobil itu di Jakarta. Sehingga PPTK percaya pada Emron, disamping ia juga sebagai pimpinan di kantor itu.

Sebelum jadi temuan BPK-RI, kasus mobil KB sebenarnya sudah diketahui oleh para pihak terkait, termasuk PPTK. Informasi yang didapat, para bawahan Emron sempat berdebat sengit karena mobil tidak kunjung tiba padahal telah melewati batas waktu. PPTK sempat berusaha untuk memblokir pencairan dana dari bank. Tujuannya agar rekanan tidak dapat menarik dana itu dari bank. Namun karena PPTK tidak punya kewenangan memblokir sehingga dana tetap bisa mengalir ke rekening rekanan.

Masalahpun tak lagi bisa dikendalikan. Penyimpangan dalam pengadaan mobil KB tak bisa ditutupi setelah BPK memeriksa keuangan kantor KB tahun anggaran 2010.

Sejalan pemeriksaan di Kejaksaan Negeri Cabang  Pangururan, Jaksa Dayan Pasaribu cukup tegas. Baik dari pengaruh luar maupun pengaruh pihak tertentu yang meminta supaya kasus itu dipendam. Tapi kenyataan perkembangan kasus mobil KB lebih cepat dari dugaan semula untuk menentukan tersangka.

Dayan Pasaribu saat dikonfirmasi Cakra tentang kasus selanjutnya setelah mobil KB, ia tidak menyebutkan. Tapi sudah ada , katanya. Bahkan sudah beberapa kali dipanggil ke kantor untuk diperiksa. Apakah masih sekaitan dengan masalah pengadaan, tanya Cakra. Ya, jawab Dayan.<<hayun gultom

Ridwan Sitanggang: Ada kelas "gado-gado"

Satu ruangan, dua guru mengajar.

Samosir,Cakra
Pansus DPRD melihat kenyataan sebenarnya bagaimana bobroknya pendidikan di Samosir. Perhatian bukan lagi hanya terhadap nasib guru akibat mutasi. Ternyata nasib siswa-siswi akibat mutasi guru juga sangat menyentuh nurani mereka anggota pansus.
   Bermacam-macam kejanggalan yang terjadi, selalu ada hampir di tiap sekolah. Umumnya kejanggalan itu mempengaruhi proses pengajaran di sekolah. Bahkan ada yang tidak masuk akal cara belajar mengajar di kelas pada suatu sekolah. Pansus DPRD menilai kondisi pendidikan sudah sangat memperiihatinkan,  berharap supaya semua lapisan dapat memberi perhatian pada dunia pendidikan di Samosir

      Misalnya, kelas satu dan kelas dua digabung di satu ruangan. Kelas tiga dengan kelas empat. Guru kelas satu memasuki ruangan kelas, demikian juga guru kelas dua. Kedua guru itu sama-sama mengajar di satu ruangan kelas. Guru kelas satu mengatakan pada muridnya "satu tambah satu! sama dengan?". Dalam waktu bersamaan guru kelas dua juga megnatakan pada murid kelas dua "matahari terbit dari sebelah mana?"
Murid kelas satu dan dua yang digabung satu ruangan itu menjawab bersahutan "Dua, terbit dari timur, bu!",

       Guru kelas satu lanjut bertanya, "dua tambah dua, berapa!". Disambut oleh guru kelas dua juga bertanya pada muridnya, "matahari terbenam di sebelah mana!" katanya pada kelas dua. Murid di kelas menjawab bersahutan "empat, sebelah barat".

       Menurut tiga orang anggota Panitia Khusus (Pansus) DPRD, Jungjungan Situmorang, Tuaman Sagala dan Ridwan Sitanggang, sekolah ini berada di Kecamatan Palipi Kabupaten Samosir. Mereka berkunjung ke sekolah yang bernama SD Batu Jagar 6/10, hanya memiliki 4 ruang kelas. Tuaman Sagala menceritakan bagaimana guru kelas satu dan guru kelas dua sama-sama mengajar di satu ruangan.

       Membawakan mata pelajaran yang berbeda. Guru kelas satu mengajar matematika, guru kelas dua mengajar Bahasa Indonesia. Papan tulis juga ada dua. Tidak ada sekat atau pembatas. Kedua guru sama-sama di depan kelas saling berdampingan memberi pelajaran. Tuaman tidak menyangka masih ada situasi belajar mengajar yang seperti itu di Samosir.

Ridean Sitanggang
      Sekolah ini bahkan terlupakan dari pengawasan Dinas Pendidikan. Jungjungan Situmorang ketua Pansus DPRD yang melihat buku daftar kunjungan pengawas dari kepala sekolah mengatakan, sejak akhir tahun 2009 tidak pernah ada pengawas yang datang ke sekolah. Kepala sekolah sudah beberapa kali mengusulkan penambahan ruang kelas.

      Meski kekurangan ruang kelas namun sekolah ini memiliki ruang perpustakaan dan ruang Unit Kesehatan Sekolah (UKS) yang dibangun tahun 2010 lalu. Selain kelas satu dan dua, untuk kelas tiga dan empat yang digabung dalam satu ruangan juga terjadi proses belajar mengajar, kata Ridwan Sitanggan. Mirip  padagang di pasar. Dua guru sama memberi penjelasan untuk mata pelajaran yang berbeda. Ridwan tak habis pikir seandainya terjadi, satu orang guru sedang mengajarkan "manusia adalah cipataan Tuhan". Guru yang satu lagi sedang mengajarkan Tiori Darwin "manusia berasal dari monyet". Mungkin murid akan bingung dan mengatakan "sada hamu guru i".

        Paling memilukan, menurut keterangan guru dan masyaraka di sana, sekolah ini termasuk sekolah paling tua. Dibangun 2 tahun setelah Indonesia merdeka, tapi sangant memprihatinkan.

        Pansus pada dasarnya sedang melihat langsung keadaan sekolah-sekolah akibat mutasi guru. Tetapi perhatian juga tidak lepas terhadap kejanggalan-kejanggalan situasi proses belajar mengajar yang terjadi di tiap sekolah yang dikunjungi. Dan hal-hal yang demikian menjadi catatan khusus buat Pansus. Akibat kurangnya ruang kelas dan kondisi fisik bangunan, tidak tertutup kemungkinan para anggota pansus juga akan menelusuri tentang pelaksanaan DAK tahun 2006 s/d 2010.

       Apakah dalam ruang lingkup sebagai Pansus atau sebagai anggota DPRD, tergantung bagaimana mekanismenya nanti, kata Tuaman Sagala. Bukan tidak mungkin DPRD membentuk Panitia Khusus untuk masalah DAK. Tapi kita masih menelusuri, karena masih banyak sekolah yang belum dijalani, kata Ridwan menambahkan.

       Hampir semua bentuk program di dinas pendidikan mendapat kejanggalan menurut anggota Pansus. Rosinta Sitanggang megatakan kalau pengajuan dana BOS juga menimbulkan pertanyaan serius. Hal ini menurutnya setelah melihat jumlah siswa di sekolah-sekolah yang telah dijalani. Ada indikasi jumlah usulan tidak sesuai dengan fakta. Tapi ini masih indikasi, yang jelasnya nanti setelah perjalanan pansus selesai, rekan wartawan sabar dulu, kata Rosinta.

      Tuaman Sagala yang sudah periode kedua menjadi anggota DPRD dengan nada sedikit kecewa mengatakan, selama ini DPRD termasuk saya sendiri, memang terbuai dengan apa yang dilaporkan oleh eksekutip tentang kondisi pendidikan yang terus mengalami peningkatan. Namun kenyataan setelah mengunjungi sejumlah sekolah, "jauh panggang dari api". Jawaban-jawaban para guru dan kepala sekolah termasuk pengawas, mengandung sebuah kesimpulan adanya sesuatu yang sangat urgen dalam dunia pendidikan di Kabupaten Samosir. Seorang Kepala UPTD, pengawas sekolah bergelar sarjana, bahkan mengakui tidak tahu apa tugas dan fungsinya selain mengantar surat. Dari Dinas mengantarkan surat ke sekolah. Dan dari sekolah menerima jawaban surat lalu mengantarkan ke dinas. Padahal UPTD mempekerjakan tiga staf di kantornya.

      Di lokasi sekolah yang dikunjungi, keluhan tentang kondisi pendidikan juga disampaikan warga sebagai orang tua murid.  Lebih mengarah pada mutu dan kwalitas anak-anak mereka yang belajar di sekolah. Karena mutasi tak ada guru mengajar di kelas, katanya. Sangat ragu dengan kelanjutan pendidikan murid. Melihat kondisi yang sebenarnya, secara pribadi sebagai anggota dewan saya tidak menyalahkan masyarakat Samosir yang ,jika mengatakan DPRD kurang peduli, kata Tuaman.

       Anggota pansus yang memasuki minggu ketiga mulai menghadapi rintang dalam mendapatkan keterangan yang sebenarnya dari para tenaga pendidik. Sehingga menurut .Junjungan selaku ketua Pansus mereka harus extra serius dalam mengadakan kunjungan lapangan. Keterangan guru dan keterangan yang dinerikan kepala sekolah mulai berbeda-beda. Tentang kehadiran pengawas guru di SD 173721  Kecamatan Palipi mengatakan "pangawas tidak pernah datang ke sekolah". Bahkan mereka para guru di sana tidak mengenal siapa pengawas. Mereka juga menunjukkan daftar hadir sebagai bukti ketidak hadiran pengawas. Tetapi Kepala sekolah M Sihombing berupaya menutupi dan berbohong pada pansus, mengatakan, "pengawas sering datang ke sekolah". 

      Jika sudah demikian sikap seorang guru apalagi kepala sekolah, diragukan ia juga mengajar murid-muridnya berbohong. Hal ini merupakan virus yang sangat berbahaya untuk kelangsungan pendidikan. Memang banyak ditemukan jawaban kepala sekolah atau pengawas yang terkesan membela kebijakan mutasi guru. Mereka yang tidak dirugikan atau bahkan diuntungkan karena mutasi. Sedangkan tentang mutasi yang sarat KKN, Ridwan mengatakan sudah ada indikasi tapi belum sempurna sebagai bukti kuat .

      Apa yang sedang dikerjakan Pansus tentang mutasi saat ini, ternyata hanya sebagian kecil dari masalah pendidikan yang ada di Samosir. Perbaikan pendidikan di Samosir secara total tidak cukup hanya melalui lembaga perwakilan rakyat, apalagi hanya setingkat pansus. Melainkan sudah waktunya pihak-pihak yang ikut peduli, baik yang berada di perantauan turut memperhatikan pendidikan di Samosir. Dan kepedulian ini mulai muncul dari berbagai kalangan baik secara pribadi, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) serta rekan-rekan yang di media.  Pansus tidak lagi sekadar melihat nasip guru, melainkan juga nasib siswa-siswi sebagai generasi penerus Kabupaten Samosir, kata Tuaman.<<Hayun Gultom

Minggu, 02 Oktober 2011

Dosen UT-Batam kecewa di Polres Samosir

Cabut pengaduan, bayar 3,5 juta

Hayun Gultom, Tomok
Tulus Sitanggang, Pangururan
Warga kehilangan kambing, melapor ke polisi, sapinyapun ikut hilang, kata Paken Pandiangan. Ia mencontohkan hal itu setelah mengalami kisah pahit saat berurusan dengan polisi di Samosir, 24/9 pekan lalu. Harus membayar 3,5 juta untuk mencabut pengaduannya sendiri setelah pihak terlapor minta berdamai.

Pada edisi lalu Cakra memberitakan tentang warga bernama R Sihotang yang mencabut pengaduan dengan mengeluarkan biaya Rp 1,5 juta ke oknum polisi. Semula ia diminta sebesar 3 juta tapi karena tidak sanggup akhirnya jadi Rp1,5 juta. Berita tentan gpencabutan pengaduan itu juga muncul di media yang berbeda.

Imbas dari berita itupun, menyebabkan warga lain menyatakan keluhan serupa pada Cakra. Ia harus mengeluarkan uang sebesar Rp3,5 juta untuk mencabut pengaduan di polres Samosir 24/9. Laki-laki yang berdomisili di Batam itu bernama Paken Pandiangan, Ia adalah dosen Universitas Terbuka dan sejumlah anggota polri juga mahasiswanya. Menuturkan apa yang ia alami di Samosir lewat telepon selularnya kepada Cakra. Pengalaman pahitnya itu juga ia tuliskan lewat jejaring sosial facebook    

Penuturan Paken Pandianngan, pada 19 s/d 22 ia mengikuti Rapat Pimpinan Universitas Terbuka seluruh Indonesia di Medan. Esok harinya 23/9 ia datang ke Samosir melalui jalur masuk Tele.untuk bertemu keponakannya di Pangururan.

Sore pukul 18.15 WIB.mobilnya ditabrak sepeda motor di dekat pom bensin depan.Pangururan. Sepeda motor itu datang tiba-tiba dari arah belakang.

Pintu depan sebelah kanan mobilnya bonyok dan spionnya patah. Pengendara sepeda motor tidak mau bertanggung jawab bahkan meminta agar Paken melapporkan ke polisi.

Paken akhirnya melaporkan kajadian itu ke Polisi bagian Satlantas di Polsek Pangururan. , Esok harinya 24/4 Paken kembali datang ke Polsek untuk meyelesaikan laporannya. Namun orangtua pengendara sepeda motor mengajak berdamai dan mau mebayar kerugian kerusakan mobil.

Mengingat waktu yang sangat sempit karena harus pulang ke Batam ia meninggalkan Pangururan, berangkat menuju Tomok untuk selanjutnya menyeberang lewat Fery. Persoalan ternyata tidak selesai sampai disitu. Karena Paken belum mencabut pengaduannya dari Polisi.

Pihak polantas datang ke Tomok, mobil Paken sudah berada di dalam fery. Polisi meminta supaya mobil itu dikeluarkan untuk menyelesaikan urusan “pencabutan pengaduan”. Sekitar 15 menit terjadi perbincangan antara Paken Pandingan dengan Wakapolres yang kebetulan ada di Fery hendak menyeberang bersama sejumlah anggotanya. Paken menghubungi relasinya untuk bicara dengan wakapolres supaya ia bisa melanjutkan perjalana, karena menurutnya iasudah berdamai dengan pihak terlapor. Tapi polisi tetap meminta agar Paken mencabut pengaduan terlebih dahulu.

Akhirnya Paken mengalah dan mobilnya dikeluarkan dari Fery. Paken dan jajaran Polantas berangkat kembali ke Pangururan.

Saat pencabutan pengaduan menjadi hal yang melelahkan menurut Paken. Sampai ia sempat meminta bantuan dari pejabat pemkab Samosir. Setelah melalui negosiasi yang melelahkan menurut penuturan Paken Kapolres menyetujui pencabutan pengaduan melalui kanitlantas Napitupulu dengan biaya Rp3,5 juta.

Pakken saat dihubungi Cakra 29/9 lalu mengaku sangat kecewa dengan sejumlah Oknum Polres Samosir. Pengakuannya Paken sedang menyusun laporan kronologid kejadian itu untuk selanjutnya ia laporkan ke Polda Sumatera Utara dan Mabes Polri. Laporan itu akan ia sampaikan lewat jalur resmi sebagai piminan Universitas Terbuka (UT) Batam. Menurut Paken UT Batam selama ini sudah menjalin kerjasama dengan Mabes Polri dan Kapolda Kepri untuk medidik sekitar 100 personil Polri kuliah di UT Batam.

Konfirmasi wartawan dengan Kapolres Samosir Edward P Sirait melalui telepon selulernya 29/9 pagi, mengatakan kalau pihaknya justeru membantu Paken Pandiangan. Tentang informasi dari Paken sekaitan biaya pencabutan pengaduan 3,5 juta Kapolres hanya mengatakan “apakah informasi itu bertanggung jawab?”.Saat itu Kapolres mengaku sedang berada di luar kota.

Jumat 30/9 tim Cakra masih berupaya mengonfirmasi pihak Polres sekaitan informasi Paken Pandiangan yang juga sudah bereda di Fecebook itu. Menerima. Namun tim Cakra mentok sampai di piket polres. Penjaga piket hari itu tidak bisa dimintai keterangan bahakan ia tidak bersedia memberitahukan siapa namanya. Penjaga piket itu juga marah-marah saat tim Cakra memotret lokasi Polres.<<CAKRA

Pembelaan yang dasyat seorang anggota DPRD
Beston Sinaga, “Saudara Bupati tidak salah!”
 
Beston Sinaga
Samosir, Parbaba
          Beston Sinaga, anggota DPRD Kabupaten Samosir dari partai PDS tidak mengetahui maksud dan tujuan pansus terkait mutasi guru di DPRD. Bahkan ia tdak mengetahui nama pansus tersebut. Beston Sinaga yang berlatar belakang sarjana hukum mengatakan “tidak ada pareturan dan undang-undang yang dilanggar saudara bupati dalam mutasi guru”.
 
Beston tidak yakin pansus mutasi akan membawa hasil melainkan hanya merugikan APBD melalui SPPD dari para anggota pansus. Karena tuntutan guru yang datang ke DPRD hanya supaya SK mereka dibatalkan. Sementara tidak ada aturan atau dasar yang kuat yang bisa dilakukakn DPRD untuk dapat mengubah SK itu.  Sebab tidak ada peraturan daerah atau undang-undang yang dilanggar saudara bupati, kata Beston saat wawancara dengan wartawan cakra 14/9 lalu, di kantor DPRD Kabupaten Samosir.
 
Tapi jika ada bukti KKN atau ada guru yang mau mengaku memberikan uang dalam proses mutasi Beston Sinaga mengatakan semua SK mutasi bisa dibatalkan. Beston yakin tidak seorangpun guru mau mengakuinya, karena yang memberi dan menerima sama-sama terjerat hukum. Sehingga Beston sangat yakin bahwa pansus tidak akan membawa hasil.
 
Nama dari pansus serta tujuannya juga sangat tidak jelas menurut Beston. Anggota DPRD yang menginginkan pansus semestinya harus menyampaikan dengan jelas dalam pandangan  perorangan dan pandangan akhir fraksi mengenai pelanggaran-pelanggaran dari mutasi terkait undang-undang dan peraturan. Lagi-lagi Beston Sinaga mengatakan “menurut saya tidak ada peraturan daerah atau undang-undang yang dilanggar saudara bupati, terkait mutasi guru”.
 
Permintaan guru-guru yang dimutasi agar kembali ke sekolah asal tidak dikabulkan oleh bupati ini membuktikan bahwa tidak ada yang salah dalam SK mutasi yang dilakukan saudara bupati. Bahkan Beston sebagai seorang Sarjana Hukum dan sangat bangga menyandang gelah Master Hukum lalgi-lagi membela bupati “harus saya jelaskan! saya sarjana hukum! sudah saya pelajari tentang yang dilanggar saudara bupati, tidak ada!” katanya tegas.
 
Masalah guru yang dimutasi sehingga berjauhan dengan suami isteri, atau tidak sanggup menjangkau karena kondisi kesehatan Beston seolah sangat tegas bahwa itu adalah resiko masing-masing guru yang harus mereka hadapi. Bupati tidak serta merta memikirkan kondisi sosial dan kesehatan guru. Hal ini dijelaskan Beston “mereka melamar jadi PNS, kan harus berbadan sehat dan siap ditempatkan di wilayah NKRI”.
 
Lebih jelas lagi Beston mengatakan “saudara bupati kan tau...kenapa ini dipindahkan, kenapa ini penyegaran, kenapa dimutasi... dan sebagai warga Negara PNS harus  bersedia ditempatkan di NKRI dan berbadan sehat”.
 
Dasyatnya pembelaan Beston Sinaga kepada Bupati yang memutasi para guru di Samosir hingga meneteskan air mata menimbulkan opini miring tetang kredibilias beberapa anggota DPRD. Tidak mengetahui maksud dan tujuan pansus, serta tidak yakin pansus di DPRD bisa membawakan hasil. Ironisnya pernyataan ini justeru lebih dulu muncul dari seorang anggota dewan.
 
Pandangan publikpun bermacam-macam tentang anggota dewan yang mulai kelihatan warna setelah pansus dimulai. Rapat pansus pertama pada pekan lalu nyaris tidak memenuhi korum karena beberapa anggota Dewan tidak datang. Bahkan ada yang datang tapi sengaja tidak mengikuti rapat.
 
Tapi masih ada harapan para guru kepada beberapa anggota DPRD yang sejak awal komit dalam membela nasib guru. Mereka adalah anggota dewan “yang pernah menjadi murid” seperti dikatakan Ridwan Sitanggang dalam pandangan perorangannya sebulan yang lalu.
 
Jungjungan Situmorang sebagai ketua pansus mengatakan, baik dalam kondisi apapun dan situasi yang bagaimanapun akan berupaya semaksimal mungkin agar pansus dapat membawa hasil bahkan lebih dari yang diinginkan para guru yang dimutasi.
 
Dari pantauan Cakra di kantor DPRD, sedikitnya ada 6 orang dari sebelas anggota pansus yang masih komit membela nasib para guru. Junjungan Situmorang, Pernando Sinaga, Rosinta Sitanggang, Tuaman Sagala, Baringin Sihotang dan Ridwan Sitanggang.
 
Sebagai lembaga politik yang orang-orangnya adalah pelaku politik sudah menjadi fenomena bagi banyak anggota DPRD di negeri ini memainkan manuver-manuver dalam hak suaranya sebagai anggota dewan. Terkadang ada yang hampir mirip pedagang “membeli dari rakyat lalu menjualnya ke pemerintah”. Adanya kepentingan, pribadi maupun golongan juga tidak lepas dari yang namanya politik.
 
Bermacam kepentingan termasuk mendapatkan proyek pemerintah untuk diberikan kepada teman satu golongan. Menjadi penyebab lemahnya seorang anggota dewan untuk membela kepentingan rakyat apalagi sampai menentang kebijakan yang dibuat eksekutip.
 
Baru kemarin Cakra mendapat informasi seorang oknum anggota dewan berinisial BS di Kabupaten Samosir tarik-menarik masalah lokasi proyek dengan seorang kepala desa di Kecamatan Simanindo. Kepala desa telah mengurus surat pembebasan lahan dan memberikan kepada PPTK ke dinas bersangkutan yang ditandatangani pemilik lahan.
 
Menjelang pelaksanaan BS mengatakan pada PPTK supaya lokasi proyek itu dipindahkan ke desa yang lain. Dengan alasan Camat belum menandatangani pembebasan lahan. Lalu ia memberikan surat pembebasan lahan dari desa yang lain.
 
Menurut PPTK yag dikonfirmasi Cakra seminggu yang lalu, lokasi yang paling strategis dan layak adalah usulan pertama yang diberikan kepala desa. Dan atas dasar itu pula DPRD menyetujui proyek itu di pembahasan APBD, karena lokasi dan manfaat jelas . Setelah ditelusuri lebih jauh oleh Cakra ternyata BS memindahkan proyek agar pelaksanaan proyek itu bisa ia berikan pada temannya. Manfaat proyek seolah dikesampingkan.<<CAKRA
Surat Marisi kepada bupati Mangindar
Marisi Limbong: "Mutasi ini membunuh saya secara pelan-pelan"
 
Samosir, Pangururan
         Rabu sore di Pangururan Kabupaten Samosir 14/9. Masyarakat dari beberapa Kecamatan datang ke Kota Pangururan untuk berbelanja di hari pekan. Disela-sela padatnya masyarakat di pekan atau onan Pangururan seorang guru menyampaikan keluhannya pada Cakra. 

Ia akan membuat surat keberatan secara langsung pada Bupati Mangindar karena ia dimutasi. Ibu guru bernama Marisi Limbong yang mengaku sangat malang karena dimutasi juga akan menembuskan surat itu ke beberapa pihak yang mungkin mau memberi perhatian, seperti DPRD Sumatera Utara, Komnas HAM serta lembaga atau instansi lainnya yang berkaitan dengan penderitaan masyarakat.
        Ia sempat membacakan beberapa poin yang tertulis di kretas polio, surat keberatannya yang masih bertulis tangan, belum diketik. Katanya akan ia serahkan pada Hari Senin ke Bupati, Sekda, Dinas Pendidikan, BKD dan sebagian lagi dikirim lewat pos.
        Senin siang 19/9 sekitar pukul 13.00, Marisi sudah menyampaiakn suratnya itu kepada Bupati Samosir dan beberapa instansi di Samosir. Beramplop putih dan bertulis tangan di bagian depan.
Dalam suratnya, Marisi menyampaikan rasa keberatannya atas beberapa hal, pelengseran dirinya dari jabatan sebagai Pengawas TK SD menjadi guru pembina pada SD Negeri Kecil di Pinal Kecamatan Sianjur Mula-mula. Alasan Marisi ia belum mengetahui apa kesalahan yang ia perbuat, tapi langsung divonis tanpa dihakimi. Bahkan belum pernah diadili, langsung dijatuhi hukuman.
Marisi juga keberatan karena pangkatnya/golongan diturunkan. Dari pembina IV A menjadi golongan III D. Sedangkan SK pelengseran belum ia terima. 

           Marisi juga menyampaikan rasa keberatannya karena diperlakukan tidak adil oleh atasan. Ketika ia benar-benar sakit, surat sakit yang diantar anaknya sendiri  ditolak UPTD. Sedangkan temannya pengawas yang lain bisa tetap dianggap hadir dan kehadirannya di paraf para kepala sekolah dan UPTD juga menerima.
           Marisi juga menganggap pemkab sengaja menyiksanya karena akses pilkada melalui mutasi. Menurutnya apa yang dilakukan penguasa terhadapnya adalah "pembunuhan secara pelan-pelan". "Mutasi ini membunuh saya secara pelan-pelan" kata Marisi dalam tangisnya.
Ini adalah kutipan surat kebertan Marisi Limbong yang ia berikan pada Bupati Samosir Mangindar Simbolon.
          "Kalaupun saya harus lengser dan dimutasi kenapa harus ke tempat yang sangat sulit terjangkau. Jarak yang akan saya tempuh dari Limbong ke Pinal sudah terlalau jauh apalagi dengan kondisi kesehatan saya. Saya tak mungkin bisa menjangkau. Dari Limbong, terlebih dahulu harus ke Tulas atau ke Pangururan. Kemudian melintasi danau, me-rental boat dengan biaya Rp.150.000 untuk sekali jalan. Sementara saya tidak pernah naik boat selam ini. Saya tidak berani naik boat. Saya sudah trauma, jantung saya tidak sanggup.
          Jika  tidak bisa bertugas, anak saya yang mengantar surat ke kantor UPTD Kecamatan Sianjur mulamula. Tapi kepala UPTD (alm) pernah menolak surat sakit saya. Ia menyuruh anak saya mengantar kepada Ober Sagala (calon bupati nomor urut 7 pada pemilukada). "ai dang tuson hasahatan ni i ba. Tu nomor 7, Si Ober ma taruhon" (bukan ke sini. Ke nomor 7, ke si Ober saja antarkan). Kata Kepala UPTD. Spontang anak saya heran dan kebingungan lalu surat sakit itu dibawa pulang.
           Padahal bukan hanya saya PNS yang pernah sakit dan tidak bisa bekerja. Masih banyak yang lain bahkan mereka tetap dianggap hadir walau tidak masuk kerja. Misalnya Kader Sunurat, sudah begitu lama tidak masuk kerja karena sakit. tetapi daftar hadir tetap terisi, diparaf oleh rekan-rekan pengawas secara bergantian. Bahkan Administrasi/Instrumen ke SD binaannyapun dikerjakan oleh rekan-rekan pengawas yang lain. Ditanda tangani secara gotongroyong, distempel oleh kepala sekolah SD binannya tanpa hadir untuk supervisi ke sekolah itu. Kepala sekolah menandatangani dengan tujuan agar kesra/uang perjalanan pengawas serta yang lain tidak terhambat. 
            Saya ini sudah janda, dengan kondisi sudah sakit-sakitan, sementara keluarga saya tidak ada di tempat pemutasian saya untuk menemani dan mengurus saya".<< CAKRA


Siporsuk


Pendidikan di Samosir "Dang Tarandunghon"

Ramses Simanjuntak, Onan Runggu
   Kisah nyata seorang tenaga honorer di Kabupaten Samosir. Mengajar di salah satu sekolah di Kecamatan bagian paling timur pulau Samosir. Mengisahkan nasibnya sebagai guru honor. Serta komentarnya sebagai guru, tentang pendidikan di Samosir akhir-akhir ini. "Na porsuk do anggo hami na honor on" katanya dalam bahasa Batak.
    Menggantungkan harapannya pada dana Bantuan Operasional Sekolah. Mestinya dana BOS bisa di terima oleh si Honorer pertriwulan, namun terkadang bisa sampai empat bulan, bahkan lima bulan dia baru menerima upah.
    Seperti pemintaan si honor, sebut saja namanya Porsuk ("molo bahenonmuna tu koran unang bahen goarhu. 'Si porsuk' ima bahen goarna"). Usianya 40 tahun, seorang tenaga honorer di dinas Pendidikan PemKab Samosir.
    Anak empat, dua orang sudah memasuki usia sekolah. Porsuk seorang sarjana, dan merasa cukup pintar menurut pengakuannya.
    Dulu sewaktu masih sekolah, dia sering menjadi the best di kelasnya. Hanya saja, dia merasa tidak cukup beruntung untuk menjadi PNS.
    Dengan usia yang sudah diambang batas, si Porsuk selalu berharap adanya pengangkatan otomatis menjadi PNS. Dia takjub dengan slip gaji yang di tandatangani oleh para guru PNS, setiap awal bulan. Belum lagi tunjangan sertifikasi bagi yang sudah menerimanya, di tambah tunjangan lainnya.
    Menurutnya, untuk ukuran seorang PNS yang tinggal di kampung, jumlah itu sudah cukup lumayan banyak.
    Si porsuk sudah lima tahun menjadi tenaga honorer. Sebelumnya dia seorang sopir angkutan kota di Jakarta. Adu jotos sesama sopir angkot, cekcok dengan preman jalanan, lalu ditampar oleh oknum petugas berseragam, sudah menjadi menu kesehariannya. Sering dia pulang ke rumah dengan wajah yang memar dan bengkak. Sehingga lama kelamaan, si Porsuk merasa sangat tidak manusiawi dan bermartabat.
    Situasinya sangat tidak sesuai dengan ijazah sarjana yang di kantonginya. Di tambah dengan tekanan isteri dan keluarganya yang lain, akhirnya dia memboyong keluarga pulang kampung. Jadilah dia menjabat status sebagai tenaga honorer.
    Sudah lima tahun si Porsuk jadi tenaga honorer. Saban hari, kecuali minggu dia pergi bertugas. Dari pukul 07.30 sampai pukul 13.00. Honornya tidak seberapa, hanya sekitar 500.000 Rupiah sebulan. Honor itu dia terima sekali dalam empat atau lima bulan. Selama itu, dia harus banting tulang menambah penghasilan untuk menghidupi keluarganya.
    Bersama isterinya, dia mengusahakan sebidang tanah yang di tanami padi. Terkadang, hasil panennya baik, lain waktu rusak. Pada saat hasil panen tidak memuaskan, biasanya si Porsuk terpaksa harus mencari pinjaman kesana kemari. Lalu pada saat dia mendapat upahnya dari dana BOS, habis untuk menutup utang utangnya.
    Si Porsuk tetap merasa bersyukur bisa menjadi tenaga honorer, meskipun kehidupannya selalu pas-pasan. Sebab, dia tahu dan melihat sendiri banyak tenaga honorer yang dipecat tanpa alasan yang kurang jelas. Lagi pula, dengan menjadi tenaga honorer, dia punya jaminan untuk mencari pinjaman kepada teman-teman sekorpsnya.
    Namun tak bisa di pungkiri, sering si Porsuk merasa lelah sendiri, memikirkan keadaan yang dialaminya. Dia kawatir tidak bisa menyekolahkan anak-anaknya ke jenjang yang lebih tinggi.     Memang, dia sering mendengar tentang program-program bea siswa bagi anak anak usia sekolah dan di bangku perkuliahan. Tapi menurutnya, program beasiswa itu terkadang tidak objektif.
    Sering beasiswa itu diberikan kepada orang yang tidak tepat. Dengan sedikit pendekatan yang dilakukan oleh orang tua siswa kepada guru, maka siswa bisa memperolehnya.
    Seandainyapun si Porsuk bisa melakukan itu, hanya terbatas sampai pada tingkat SLTA. Untuk tingkat Universitas, biasanya lebih sulit.
    Si porsuk juga sering mengeluhkan dunia pendidikan di Samosir. Menurutnya, dunia pendidikan saat ini seperti "Dang taraddungkon" (tidak tertangiskan).
    Orang tua tidak mengontrol anaknya belajar di rumah. Kebanyakan guru tidak mempunyai displin yang baik dalam melaksanakan Proses Belajar Mengajar, meskipun sudah digaji cukup tinggi oleh Pemerintah.
    Dan satu lagi,kebanyakan Guru mempunyai selera baca yang rendah. Si Porsuk sering mempertanyakan hal ini kepada Guru, sebab bagaimana caranya seorang guru bisa mengajar dengan baik, kalau tidak mempunyai pengetahuan yang luas.
    Di tambah kontrol yang lemah dari dinas terkait, kemungkinan besar siswa-siswi dari daerah ini tidak akan bisa bersaing dengan siswa-siswi dari daerah lain di tingkat bangku perkuliahan.
    Belum lagi imbas dari mutasi guru yang hangat sekarang ini. Membuat pendidikan di Samosir benar-benar "dang tarandukkon". Meski beberapa guru sudah menangis namun tidak mengubah kebijakan penguasa. Loyalitas lebih penting daripada kemanusiaan. Pendidikan semakin "dang tarandukkon". Kepada mereka yang sudah PNS saja begitu, apalagi kami yang honor.
    Tahun lalu honor juga sudah menangis karena dipecat dan diancam akan dipecat. Meski tak tertulis, tapi pasti banyak yang tahu, semua terjadi karena imbas politis pemilukada.
    "Manis jangan langsung di telan, pahit jangan langsung dibuang". Pepatah itu terpatri kuat di benak si Porsuk, sehingga dia mencoba tetap bertahan sebagai tenaga honorer. Dia sangat berharap, suatu waktu nanti bisa diangkat menjadi PNS, sehingga bisa keluar dari kemelaratan yang dialaminya.<<CAKRA

Posek Pangururan minta tambah uang perdamaian

Manjo Simanjorang,  Pangururan
            Ropen Sihotang  dilaporkan oleh Sampetua Sitanggang ke Polsek Pangururan sekitar bulan Februari 2011 lalu. Pasalnya karena Ropen Sihotang menganiaya kerbau Sampaetua Sitanggang  di Nagatimbul Desa Parhorasan  Kecamatan Pangururan Kabupaten Samosir. Sebagaimana umumnya di Samosir, persoalan itupun didamaikan oleh  tokoh masyarakat, Kepala desa, BPD, dan kepala dusun. Surat perdamain yang ditandatangani para saksi dan dilengkapi dengan  materai 6000. Ropen Sihotang dalam surat perdamaian menyatakan,  menyesali perbuatannya, meminta maaf pada pihak pertama Sampetua Sitanggang sebagai pemilik kerbau.

Karena belum memiliki biaya untuk penarikan pengaduan tersebut sampai pada tanggal 19/09/2011 Ropen ditangkap dan ditahan  selama satu malam di Polsek Pangururan.

Menurut keterangan Haposan Sihotang abang kandung pelaku  awalnya pihak kepolisian Polsek Pangururan meminta uang tebusan 1 juta, berselang selama satu jam pihak kedua mengusahakan uang tersebut. Setelah uang tersedia pihak polisi minta tambah. Harus ada tiga juta dengan alasan karena sudah  ketahuan sama Kapolsek.

Wartawan Koran ini mengkonfirmasi  Polsek Pangururan, Erick Hutabarat mengatakan saya tidak tau tanya saja sama Pak Kanitreskrim  R. Sihombing tapi tunggu biar aku telpon, melalui telepon R. Sihombing mengatakan apakah sudah siap dananya, kalau sudah siap biar aku telpon Pak Kapolsek, setelah ditelepon dia mengatakan kalau malam ini juga tidak bisa pulang, besok saja datang bawa dananya bersama dengan pihak pertama karena ada yang mau ditandatangani.

Keesokan harinya keluarga pelaku bersama dengan Sekretaris Desa  membawa Sampetua sitanggang sebagai pelapor namun karena keluarga pihak  pertama tidak bisa membayar sebanyak Rp. 3000 000 Polsek Pangururan mempersulit pencabutan. Mendengar keterangan keluarga Ropen Sihotang wartawan Koran ini mengkonfirmasi pihak pertama dan dia mengatakan saya tulus sudah damai dan tidak tau dengan alas an apa makanya dipersulit ddan bahkan saya merasa kaget atas kedatangan  Sekdes untuk mengajak saya ke Polsek Pangururan karena permasalahan sudah lama.

Sekitar jam 15.00 Wib Ropen dibebaskan, menurut keterangan Herman sihotang karena datangnya Roy Rumapea yang bertugas di Polres Samosir pihak polsek pangururan  menerima uang sebanyak Rp. 1.500.000 untuk biaya penarikan Pengaduan tersebut.<<CAKRA
Babi dilepas, PAD bertambah

Ternak babi berkeliaran di Onan Baru Pangururan.
Cakra, Pangururan
     Meski pemerintah berusaha supaya PAD (Pendapatan Asli Daerah) meningkat, bukan berarti berharap agar banyak babi yang lepas.  Namun ternak yang tertangkap  jika ditebus oleh pemeliknya ataupun dilelang oleh panitia dananya masuk ke PAD. 

       Dalam pelelangan ternak babi berbeda dengan lelang proyek pada umumnya. Panitia lelang ternak babi di Kecamatan Pangururan diketuai oleh camat.


       Masyarakat Kabupaten Samosir  yang memelihara  ternak babi sudah seharusnya menyediakan kandang. Karena apabila ternak peliharaan lepas, maka akan ditangkap Satpol PP, dan dilelang. 
       Memang uang hasil lelang ternak disetorkan ke kas daerah dan menjadi PAD. Tahun 2010 lalu di Kecamatan Pangururan, hasil lelang tangkapan ternak babi tercatat sebesar Rp 2.000.000 dan  sudah disetor menjadi PAD. Hal tersebut dikatakan  Camat Pangururan, Lumongga Panggabean Spd, Jumat 30/9/2011 saat diwawancarai wartawan Cakra di Aula Santo Mikhael Pangururan  seusai acara Sosialisasi PUAP.
      Lumongga mengatakan memang ada peraturan daerah  Kabupaten Samosir No. 26 tahun 2006, mengatur bahwa ternak hasil penangkapan belum bisa dilelangkan. Ditambahkannya, tetapi karena kita sudah menyarankan kepada masyarakat, supaya ternak jangan dilepaskan atau berkeliaran, namun tetap dilepas juga. Oleh karena di kantor camat Pangururan belum ada penyediaan kandang ternak, maka oleh tim disepakati ada pelalangan. 
      Pandangan fraksi Demokrat Pelopor Republik Indonesia Raya ( fraksi DPR IR) pernah menyoroti masalah pelelangan ternak  “bahwa ada pelengangan ternak namun panitia lelang belum ada. Hal tersebut  pernah menjadi rekomendasi dari fraksi Demokrat Pelopor Republik Indonesia Raya.
      Namun menurut Lumongga, di Kecamatan Pangururan Paniatia lelang ternah sudah terbentuk. Diketuai oleh camat, juga ikut di dalamnya Danramil, anggota Kapolsek Pangururan, Kacabjari, dan bahkan satpol PP. kata Lumongga.<<(**)